Locco Prima, Jakarta – Indonesia merupakan salah satu negara dengan bahasa daerah terbanyak di dunia. Menurut Ethnologue, Equatorial Guinea mempunyai 715 bahasa daerah dan merupakan negara dengan bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini dengan 840 bahasa daerah.
Pelestariannya tentu tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Duta Bahasa Nasional Terbaik Tahun 2023, Dina Azza Nuraqila mengatakan, hilangnya bahasa-bahasa daerah terjadi tanpa disadari. Delapan bahasa di wilayah Maluku dan Papua hilang, ujarnya dalam pesan kepada Tim Lifestyle Locco Prima pada Jumat, 16 Februari 2024.
Di sisi lain, Widi Kusumawardhani, pendiri Tlatah Times, mengatakan meski saat ini bahasa Jawa memiliki jumlah penutur terbanyak di wilayah Indonesia, namun jumlahnya semakin berkurang. Hal ini menurutnya disebabkan oleh semakin besarnya peran yang dimainkannya dalam komunikasi sehari-hari di Indonesia.
“Dalam situasi saat ini, kami menyadari bahwa kami harus ‘memperlambat kepunahan’ dengan cara terbaik,” ujarnya dalam pesan terpisah, Jumat. “Kami melakukannya dengan mengadakan kelas dan program yang berkaitan dengan peran bahasa Jawa.”
Pendapat senada diungkapkan Aqila merujuk pada ulasan yang dimuat di situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Ancaman kepunahan bahasa daerah tidak hanya terjadi pada bahasa daerah yang penuturnya sedikit, tetapi juga pada bahasa daerah yang penuturnya banyak, ujarnya.
Aqila melanjutkan, “Hal ini terjadi karena penutur bahasa tersebut suatu saat berhenti mewariskan bahasa tersebut kepada generasi berikutnya.”
Pembelajaran bahasa daerah secara langsung, termasuk dalam format kursus, merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur bahasa daerah. Kursus bahasa daerah secara online memang sempat booming di masa pandemi COVID-19, namun belakangan dampaknya mulai memudar seiring dengan kehidupan yang sudah kembali normal.
Melihat fenomena tersebut, Aqila mengatakan, “Sangat disayangkan, padahal kekuatan untuk melestarikan bahasa itu ada jika terus berlanjut dan menyebar ke berbagai generasi dan daerah.”
Meski demikian, Tim Tlatah tetap bersemangat untuk memperkuat program kursus bahasa Jawa. Mendukung inisiatif tersebut, pihaknya mengadakan program debat dan lokakarya yang membahas seni dan budaya Jawa.
“Kami juga mengembangkan (penggunaan bahasa Jawa) dalam bentuk film yang bekerja sama dengan berbagai pihak,” imbuhnya.
Menurut Aqila, ada beberapa penyesuaian yang bisa dilakukan agar kursus bahasa di wilayah tersebut semakin diminati. Pertama, amati pembelajaran saat ini. “Faktor-faktor apa yang menyebabkan kurangnya minat terhadap kursus bahasa di wilayah ini? Berapa jam kursusnya? Apa saja metode pembelajarannya? Apakah latar belakang peminat kursus tersebut terlalu sempit? Apakah publikasi kursus tersebut cukup masif? Ini dapat dirumuskan dengan melakukan wawancara singkat kepada mahasiswa kursus,” ujarnya. .
Aqila juga mengatakan bahwa adaptasi metode pembelajaran mutakhir dapat membuat kursus bahasa daerah menjadi lebih menyenangkan. “Misalnya dengan permainan kata, role play, kuis bahasa, bedah literasi, dan lain-lain,” ujarnya.
Ia menganjurkan untuk selalu mengevaluasi proses pembelajaran agar siswa merasa nyaman. Kemudian menyebarkan informasi mengenai tempat kursus pembelajaran bahasa di wilayah tersebut. “Berkolaborasi dengan pemerintah, pemangku kepentingan, dan penulis untuk menyasar seluruh generasi dan wilayah yang lebih luas,” ujarnya.
Masih dalam upaya meningkatkan minat terhadap bahasa daerah, Widi mengatakan buku pelajaran kelas bahasa yang disusun secara sistematis oleh para guru bisa menjadi cara lain dalam hal tersebut. “Kurikulum ini disiapkan untuk kelas tiga (Pada Waktu Tlatah),” ujarnya.
“Dengan demikian para peserta akan sangat terbantu untuk memahami bahasa Jawa secara utuh, karena dengan mempelajari bahasa tersebut kita juga mempelajari sikap budaya dan cara berpikir pemilik dan penutur bahasa tersebut.”
“Selain itu, desain materialnya kami buat semenarik mungkin”, lanjutnya. “Hal ini tidak lepas dari peran guru yaitu Dr. Karsono H. Saputra yang mampu membawakan kelas dengan cerita budaya Jawa.”
Di sisi lain, duta bahasa berupaya menghidupkan kembali bahasa daerah melalui program krida, kata Aqila. “Duta Bahasa DKI Jakarta khususnya telah mencanangkan beberapa program untuk meningkatkan kesadaran bahasa daerah di kalangan generasi muda,” ujarnya.
Aqila mengatakan, Duta Bahasa DKI Jakarta menggagas ruang pelestarian bahasa daerah melalui Eleanitza Cafetegi. “Kedai Kopi Multibahasa merupakan gerakan kolaborasi dengan kedai kopi sebagai sarana pemutakhiran aktif penggunaan bahasa daerah,” ujarnya.
“Dalam pelaksanaannya, seluruh tindakan transaksi jual beli di kafe tersebut akan menggunakan bahasa daerah,” lanjutnya. Selain itu, Duta Bahasa DKI Jakarta juga menyoroti bahasa daerah dengan penutur terbanyak di Jakarta dalam papan permainan augmented reality bertajuk ‘Pencarian Bahasa’.”
Menurut Aqila, program ini telah menjangkau lebih dari 400 siswa se-DKI Jakarta untuk bermain sambil belajar bahasa daerah. “Bahasa daerah merupakan identitas keberagaman dan wujud eksistensi budaya yang harus kita jaga,” ujarnya.
“Mari kita bergerak bersama, mari kita jaga dan selamatkan bahasa daerah!” Dia bertanya. “Jadilah teladan, jadilah pionir. Dimulai dari kita, dalam keseharian, bangga menggunakan bahasa daerah.”
Senada dengan hal tersebut, Widi mengatakan dengan adanya media sosial generasi muda dapat membuat konten berbahasa daerah dengan sangat cepat dan mudah dengan lingkup pengaruh yang “sangat baik”. “Saya sering melihat konten menarik dan menghibur dalam bahasa Jawa,” ujarnya.
“Dari situ perlahan-lahan kita bisa belajar bersama tentang pentingnya bahasa daerah dalam memperkuat jati diri dan kepribadian kita,” ujarnya.